Oleh; Mochammad Hisan*
Ditengah maraknya issue pembatalan kebijakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tahun 2024 –Perguruan Tinggi yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah– sebenarnya banyak Perguruan Tinggi Swasta –Perguruan Tinggi yang dimiliki dan dikelola oleh badan hukum yayasan atau perkumpulan– dari sisi pembiayaan lebih murah, sehingga masyarakat lumajang khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya lebih mudah mengakses dan menjangkau. Lalu, bagaimana dengan kualitasnya? Tidak sedikit yang bisa bersaing dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Bahkan beberapa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Kabupaten Lumajang secara kelembagaan (institusi) mendapatkan nilai akreditasi Baik Sekali dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAP-PT).
Diantara Perguruan Tinggi Swasta di Kabupaten Lumajang yang sudah terakreditasi BAN-PT adalah Universitas Lumajang (Unilu), Institut Teknologi dan Bisnis Widya Gama (ITB Widya Gama), Institut Agama Islam (IAI) Syarifuddin, STIT Miftahul Midad, STAI Bustanul Ulum, STKIP PGRI Lumajang, STKIP Muhammadiyah Lumajang, STIH Jendral Soedirman Lumajang, STIT Muhammadiyah Lumajang dan STAI Miftahul Ulum Lumajang.
Namun sayangnya, eksistensi dan keberadaan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kabupaten Lumajang belum dianggap sebagai mitra strategis oleh Pemkab Lumajang dalam mengurai problem yang dihadapi serta mengembangkan potensi yang dimiliki Lumajang. Misalnya belum terlihat political will pemerintah Lumajang yang tercermin dari Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Bupati (Perbup) yang mengakomodir out-put PTS/PTKIS lokal Lumajang, juga tidak ditemukan kebijakan yang memberikan atensi kepala mahasiswa baru yang diterima kuliah di salah satu PTS/PTKIS Kabupaten Lumajang.
Padahal keberadaan PTS/PTKIS yang ada di Lumajang sangat penting dan memiliki peran vital untuk menunjang proses pembangunan yang ada. Selain berdampak pada penyiapan ketersediaan tenaga kerja, keberadaan PTS/PTKIS di Kabupaten Lumajang bisa menjadi mitra strategis dalam penyusunan kebijakan dan program strategis Kabupaten Lumajang, melakukan studi kebijakan serta pemberdayaan masyarakat melalui maksimalisasi fungsi Tridharma Perguruan Tinggi. Yang tidak kalah penting, keberadaan PTS/PTKIS sangat berkonstribusi dalam menumbuhkan aktivitas perekonomian khususnya masyarakat sekitar kampus mulai dari kuliner, transportasi, properti dan aktivitas ekonomi lainnya.
Nugroho Suryo Bintoro, pakar ekonomi Universitas Brawijaya dalam satu kesempatan mengomentari deflasi perekonomian Kota Malang pada tahun 2020, saat pandemi covid-19 berlangsung, salah satu penyebabnya adalah dikarenakan aktivitas perkuliahan tatap muka terhenti. Hal yang sama juga disampaikan Munawir Razak, Kepala LLDKTI Wilayah XVI. Menurutnya, keberadaan PTS dalam satu daerah berperan penting mengurangi capital flight (pindahnya modal) ke daerah lain. Jika terdapat 1000 orang lulusan SLTA melanjutkan studi ke perguruan tinggi luar daerah dengan rata-rata biaya perbulan Rp. 2 juta/orang, berarti dalam setahun ada capital flight sebanyak 24 miliar keluar dari daerah tersebut, namun bila ada 1000 lulusan SLTA tetap kuliah di daerahnya, maka Rp. 24 miliyar terselamatkan dan akan memberikan multiplier effect terhadap tumbuhnya berbagai aktivitas (ekonomi & sosial) secara signifikan.
Berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri, selain atensi kepada mahasiswa baru yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan memberikan beasiswa, Pemerintah Lumajang juga memberikan support pendanaan operasional misalnya Akademi Komunitas Negeri Lumajang (AKNL) yang diresmikan pada saat kepemimpinan Bupati Cak Thoriq -Dr. H. Thoriqul Haq, MML. Dari website AKNL diketahui, keberadaan AKNL diinisiasi oleh Pemkab Lumajang yang memiliki komitmen untuk menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki inovasi dalam memanfaatkan Teknologi Tepat Guna (TTG) untuk mengelola sumber daya dan kekayaan alam yang dimiliki Kabupaten Lumajang, maka pada tahap pertama Pemkab lumajang menganggarkan sebesar Rp. 3 Milyar dari APBD Lumajang untuk menjalankan kampus AKNL.
Potret Pendidikan Tinggi Swasta di Kabupaten Lumajang
Diera globalisasi dan kompetisi, tidak mudah untuk menyediakan Perguruan Tinggi yang menjadi rujukan dan jujukan mahasiswa terlebih berstatus swasta dan berada di Kabupaten/Kota kecil seperti Kabupaten Lumajang. Para pengelola Perguruan Tinggi Swasta di Kabupaten Lumajang, basic keagamaan maupun umum dituntut untuk berinovasi terus menerus dalam meningkatkan kualitas pendidikan baik dari tata kelola kelembagaan, sumberdaya dosen yang kompeten, kegiatan penelitian dan publikasi serta kegiatan kemahasiswaan. Dirjen Diktiristek RI, Abdul Haris mengatakan salah satu tantangan yang dihadapi Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia dibawah naungan Kemendikbudristek RI adalah kualitas tata kelola kelembagaan pendidikan tinggi dan indikatornya adalah mendapatkan akreditasi. Dari 4.007 PTS belum ditambah jumlah PTKIS, terdapat 30 persen atau sekitar 1.000 perguruan tinggi yang belum terakreditasi (kompas.com, 30/4/2024).
Tuntuntan peningkatan kualitas, tidak sedikit menjadi penyebab beberapa Perguruan Tinggi Swasta tidak bisa bersaing dan akhirnya gulung tikar alias tutup. Data APTISI Pusat menyebutkan 300 perguruan tinggi Jawa Timur dari 800 Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia gulung tikar. Tobari, dosen Fakultas Ekonomi UPGRI Palembang dalam artikelnya menjelaskan bangkrutnya PTS-PTS tersebut terutama disebabkan tidak ada atau kurangnya minat calon mahasiswa yang mau mendaftar. Akibatnya, perguruan tinggi swasta yang mengandalkan dana dari mahasiswa/masyarakat tidak mampu membiayai operasional pendidikan yang dibutuhkan. Jika jumlah mahasiswa tidak cukup, kecil kemungkinan PTS bisa survive karena sumber dana sebagian besar berasal dari mahasiswa.
Beruntungnya beberapa perguruan tinggi swasta basic keagamaan Islam yang ada di Kabupaten Lumajang terintegrasi dengan Pondok Pesantren sehingga mengurangi sedikit kebutuhan operasional yang diperlukan misalnya seperti kebutuhan operasional marketing dan branding kelembagaan dapat ditutupi dengan kekuatan jejaring alumni pondok pesantren yang mengakar ditengah-tengah masyarakat, namun bukan berarti sudah terlepas dari beban kebutuhan pembiayaan pada bidang peningkatan dan pengembangan kualitas pendidikan seperti penyediaan sarana prasarana pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan dosen dan lain sebagainya. Kenyataan demikian, tentu berbeda dengan PTS lainnya yang tidak terintegrasi dengan pondok pesantren. PTS-PTS tersebut, tidak menutup kemungkinan memiliki strategi marketing tersendiri dan harus disupport oleh pendanaan yang memadai ditengah-tengah tuntutan peningkatan kualiatas dan ketatnya persaingan antar perguruan tinggi.
Dalam konteks demikian, kehadiran Pemerintah Kabupaten Lumajang berperan penting untuk menjaga keberlangsungan, meningkatkan dan mengembangkan kualitas PTS/PTKIS yang ada di Kabupaten Lumajang. Meskipun secara regulatif, PTS/PTKIS yang ada di Kabupaten Lumajang pembinaanya tidak berada dalam kewenangan pemerintah Kabupaten Lumajang, namun tanggung jawab membina dan meningkatkan sumber daya manusia Lumajang melekat pada Pemkab Lumajang sebagaimana yang diamanatkan undang-undang pemerintahan daerah. Hal ini, memberikan arti bahwa Pemerintah Kabupaten Lumajang memiliki kewajiban untuk berkonstribusi pada peningkatan dan pengembangan kualitas PTS/PTKIS yang ada di Kabupaten Lumajang. Kemudian, peran dan keterlibatan pemerintah Kabupaten Lumajang perlu dimasukkan dalam nomenklatur peraturan perundang-undangan tingkat daerah baik Perda maupun Perbup sehingga memiliki kepastian hukum yang jelas, terukur dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Wallahu A’lam…!
*) Penulis adalah Ketua dan Pengajar STAIM Lumajang