Tahun 1941, angkatan laut kekaisaran Jepang memberangkatkan 353 pesawat ke Amerika, bukan dalam rangka kunjungan kerja, melainkan serangan mendadak terhadap angkatan laut Amerika Serikat. Peristiwa tersebut dinamai dengan Pearl Harbour sebab serangan Jepang mengarah pada pangkalan AL Amerika di Pearl Harbour, Hawai.
Serangan pada pagi hari itu menewaskan banyak pasukan Amerika, jumlahnya ribuan. Sementara Jepang hanya kehilangan 39 pesawat tempurnya, seketika negera adidaya itu menyatakan perang terhadap Jepang. Bahkan, menyeret Amerika ke gelanggang perang Pasifik yaitu perang dunia II secara langsung yang sebelumnya memilih tidak akan terlibat.
Selama ini, sejarah fokus pada tragedi Pearl Harbour, di filmnya pun demikian. Padahal, setelah itu Jepang berkelana untuk melakukan invasi ke Asia Tenggara, pasukan Jepang mendarat di Patani, Thailand, di Kowloon, Hongkong, Filipina dan juga banyak mendarat di kepulauan Pasifik. Bahkan, Jepang berhasil mengusir Inggris dari Singapur.
Tidak mungkin invasi Jepang dilakukan sscara tiba-tiba, pastinya sudah di desain sedemikian rupa oleh petinggi tentara Jepang. Dulu, waktu di sekolah dasar, pada pelajaran IPS, ada istilah 3A, kepanjangan dari Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia dan Jepang Pemimpin Asia. Kebijakan invasi dan perang yang diambil petinggi tentara Jepang, menjadikan negara tirai bambu itu sebagai negara Asia yang paling banyak menjajah sesama negara Asia.
Demkianlah seharusnya pejabat negara, menyusun rencana dan kebijakan, bukan meluluhlantakkan negaranya sendiri melainkan agar negaranya berjaya ke saentero dunia. Bukan hanya soal perang, ketika Hirosima di Bom Atom, Kaisar Hirohito segera memerintahkan pejabatnya untuk menghitung berapa jumlah guru yang tersisa. Dan, berkat perhatiannya terhadap pendidikan, Jepang mampu kembali berdiri bahkan berlari dan menyalip negara-negara tetangganya.
Akhir sejarah epic Jepang seharusnya menjadi pelajaran. Tapi, Indonesia masih sulit untuk menirunya, pendidikan masih terus mengalami kemelud yang tidak ada ujungnya, baru-baru ini kebijakan kenaikan UKT membuat beberapa Mahasiswa Baru di salah satu kampus mundur, memilih tidak melanjutkan kuliah karena merasa tidak mampu. Akhirnya, Permen No 2 Tahun 2024 tentang kenaikan UKT dibatalkan. Artinya, kebijakan ini tidak disusun atas dasar perencanaan yang matang dan masukan dari banyak orang, sehingga bila diteruskan akan membuat wajah pendidikan kian buram.
Kaisar Hirohito menanyakan jumlah guru yang tersisa, di sini, guru nelangsa dibiarkan begitu saja, ikhlas beramal katanya, mencari barokah katanya, mengabdi katanya dan sederet doktrin lainnya. Perguruan Tinggi yang dianggap sebagai rahimnya para tokoh bangsa, dari kampus lahir pejabat-pejabat selanjutnya, hanya dianggarkan 0,9% dari APBN untuk PTN dan PTS, makanya banyak lahir bayi-bayi prematur yang kelak akan mengikuti jejak Nadiem Makarim, dimusuhi oleh rakyatnya, didemo oleh mahasiswa.
Imam Bayhaqi