Jumat, Oktober 4, 2024

STIS Miftahul Ulum Kembali Melaunching Prodi Baru

LUMAJANG – Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Miftahul Ulum kembali melaunching prodi baru Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah (PGMI). Sebelumnya, pada Sabtu 11 Juni 2022, STIS melauncing empat prodi sekaligus, diantaranya
Pendidikan Agama Islam (PAI), Manajemen Pendidikan Islam (MPI), Pendidikan Bahasa Arab (PBA) dan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT).

Sama seperti sebelumnya, launching prodi PGMI ini ditandai dengan pemberian SK secara langsung oleh Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI Prof. Dr. Suyitno M.Ag kepada Ketua STIS Miftahul Ulum Muhammad Hisan, S.Psi., M.Sos di Aula Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Kamis 7 Juli 2022.

Selain prosesi penyerahan SK, launching prodi baru kali ini diselingi dengan Kuliah Umum dengan tema ‘Mewujudkan Lulusan PTKIS Berbasis Pesantren yang Bermutu dan Berdaya Saing’ diisi oleh Prof. Dr. Suyitno M.Ag.

Ketua STIS Miftahul Ulum Muhammad Hisan, S.Psi., M.Sos dalam sambutannya menyampaikan terima kasih karena telah diberi amanah dan dipercaya menjadi kepanjanhan tangan Kemenag RI untuk melayani masyarakat di sektor pendidikan. “Semoga amanah ini, kami dapat memberikan yang terbaik lewat prodi baru yang telah dipercayakan pada kami,” katanya.

Muhammad Hisan berkata, ke depan STIS butuh bimbingan dan arahan agar STIS bisa terus berkembang serta melahirkan lulusan yang bermutu dan bersaing.

Sementara itu, Prof. Dr. Suyitno M.Ag. saat memberikan kuliah umum menyampaikan bahwa dengan turunnya prodi baru ini berarti STIS sudah memenuhi syarat untuk mengeluarkan prodi baru. Padahal, katanya, pengajuan prodi baru itu sulit dan rumit meski di kampus negeri sekalipun. Oleh karenanya, kata dia, perlu disyukuri dengan selalu memperbaiki kualitas.

“Makanya, kalau ingin memperbaiki mutunya, keaktifan dosen harus dipantau. Jangan sampai melakukan perkuliahan Jamak Qosor, artinya kuliah digabung dalam satu waktu. Padahal, daya tampung otak mahasiswa itu terbatas, makanya sebisa mungkin atau dipantau jangan sampai perkuliahan semacam ini ada sebab ini rawan dan seoalah kebiasaan di kampus yang berada dibawah naungan pesantren. Kalau tidak bisa mengajar jangan dijamak tapi diganti jamnya,” jelasnya.

Ke depan, lanjut Prof. Suyitno, perlunya pembelajaran berbasis riset, jadi tidak sekedar teori saja. Tidak perlu terlalu rumit, semisal, bila Lumajang adalah tempatnya Pisang, maka sudah memberikan dampak tidak secara ekonomi kepada masyarakat. Kalau tidak, ini apa penyebabnya, “Itu perlu diriset,” ucapnya.

Penulis: Abdul Aziz
Editor: Robith
Publiser: Robith

Artikel Terkait

Artikel Terbaru