Oleh: Mochammad Hisan
Liburan Pondok Banyuputih Kidul Jatiroto Lumajang sudah berakhir, semua santri yang berstatus mahasiswa STAIM Lumajang khususnya akan berkegiatan seperti sedia kala, kegiatan belajar mengajar dilakukan offline, tatap muka langsung, Gedung Kampus STAIM yang terletak diujung timur kompleks Pondok Banyuputih Kidul menjadi centrum berbagai macam kegiatan akademik, pun kegiatan akademik lainnya. Sebelumnya, saat liburan Pondok, sejak tanggal 15 sya’ban sampai 16 syawal 1445 Hijriyah, kegiatan akademik terutama kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring (online) dan untuk media aplikasinya sesuai dengan selera masing-masing dosen-mahasiswa, terpenting tujuan pembelajaran tercapai.
Namun, pada awal kegiatan offline yang akan dimulai pada hari rabu, 1 Mei 2024 perlulah kita semua merefleksikan kembali beberapa hal mendasar yang akan menentukan arah pengabdian setiap individu yang terlibat dalam kampus STAIM Lumajang sebagaimana halnya Yayasan Miftahul Ulum, rumah besar Kampus STAIM memulai kegiatan belajar mengajarnya dengan melaksanakan Musker Ke-X sebagai langkah memperpaharui perencanaan program selama satu tahun kedepan.
Pertama memperbaharui niat (tajdidun niat). Niat adalah titik centrum segala aktivitas pengabdian yang akan dilaksanakan selama satu tahun kedepan dan menentukan berhasil tidaknya target tujuan yang ingin dicapai. Tidak hanya dalam ruang lingkup mengajar, dalam kehidupan sehari-hari niat berperan penting menentukan keberhasilan perencanaan sehingga tujuannya bisa dicapai. Imamuna Syafii Rahimallah dalam kitabnya “Hadist Arbain”, hadist tentang niat ditempatkan pada awal pembahasan. Setiap orang mendapatkan sesuai dengan yang diniatkan, begitulah bunyi potongan hadist pertama yang dikutip imam syafii dalam kitab hadis arba’in. Hal itu menunjukkan pentingnya keberadaan “niat”, tidak hanya imam syafi’i yang mengawali menulis kitab hadisnya dengan hadist tentang niat, Imam Bukhori juga melakukan hal yang sama. Makanya, Imam Ahmad dalam kitabnya Al-‘Ulum wal Al-Ahkam menyebutkan hadist tentang niat dengan sebutan ushul al-Islam (pokok Islam). Lalu, harus berniat seperti apa dalam melaksanakan pengabdian mengajar di STAIM Lumajang? Ketua Pembina sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Banyuputih Kidul Jatiro Lumajang, KH. Husni Zuhri dengan mengutip dawuh para muassis Pondok Banyuputih Kidul yang diwasiatkan kepada beliau memberikan pesan pada peserta Musker Ke-X Yayasan Miftahul Ulum, “bukan untuk mengejar gengsi, bukan untuk menyaingi pihak manapun, melainkan semata-mata mengabdi pada Allah Subhanahu Wata’ala melalui lembaga pesantren, dan melayani para tholabul ilmi (pencari ilmu), mari murnikan niat insya Allah pertolongan dari Allah akan membersemai kita dalam berjuang”. Begitulah niat yang harus ditanamkan sedalam-dalamnya pada hati kita saat melangkahkan kaki dari rumah menuju kampus STAIM Lumajang.
Kedua konsisten (istiqomah) dengan perencanaan pengembangan. Konsisten berarti fokus pada langkah-langkah perencanaan STAIM selama satu tahun kedepan baik rencana penguatan kelembagaan (institutional building) maupun pengembangan kelembagaan (institutional development). Konsisten juga berarti fokus pada tugas pokok dan fungsi masing-masing, lakonah lakonih (kerjakan yang menjadi tugasnya), begitulah nasehat pribahasa Madura yang seringkali dipesankan pada kita semua. Sikap konsisten penting dimiliki setiap individu, keluarga besar STAIM. Karena dengan konsisten (istiqomah) harapan pengembangan STAIM Lumajang bisa diwujudkan. Istiqomah Ainul Karomah, konsisten melaksanakan secara bertahap langkah-langkah pengembangan akan berbuah karomah, keberhasilan yang diharapkan, begitulah kira-kira bila diartikan secara lepas. Bila kita mencoba menengok stori kehidupan orang-orang besar, tidak sedikit kebesaran mereka didapatkan dari mengerjakan satu pekerjaan secara terus menerus. Kisah Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani, misalnya bisa kita petik pelajaran bagaimana ke-istiqomahan beliau belajar membuahkan hasil dan menempatkan beliau di deretan para cendekiawan muslim yang karya-karyanya dipelajari hingga hari ini. Kemudian kisah Kiai Ihsan Jampes yang karangan kitabnya dijadikan rujukan diberbagai manca negara serta kisah-kisah keberhasilan para ulama’ lainnya, KH. Sahal Mahfud, KH. Abbas Buntet, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tidak terlepas dari sikap istiqomah, kesungguhan mereka belajar, berdiskusi dan menulis.
Ketiga memiliki sikap terbuka (inklusif), mau menerima kritik konstruktif dari pihak manapun. Sebaik apapun, sesempurna apapun rencana yang sudah kita susun pasti memiliki kekurangan, kelemahan dan tidak menutup kemungkinan kekurangan itu terlihat oleh pihak lain, karenanya sikap terbuka mutlak diperlukan. Terlebih era sekarang, seringkali diidentikkan dengan era kolaborasi, era bergandengan tangan dengan pihak lain. Siapa yang bisa berkolaborasi, maka dengan cepat bisa mencapai tujuannya. Kuncinya, membiasakan berdiskusi, menghidupkan budaya diskusi, musyawarah meminjam Bahasa pondok Banyuputih, kemudian dikerjasamakan dengan pihak lain yang terkait. Kerjasama menjadi keyword di era sekarang, karena kalau hanya pintar dan cepat saja, hari ini sudah ada Artificial Intelegence (AI), kecerdasan buatan. Untuk membuat konsep apapun kita tinggal ketik disalah satu link AI, maka tidak sampai berjam-jam apa yang kita inginkan diselesaikan oleh AI.
Keempat Tawakkal, berserah diri pada Allah Subhanahu Wata’ala. Dalam pekerjaan apapun, berserah diri setelah berikhtiar penting dibiasakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Optimis penting kita tanamkan, namun berhasilnya mencapai tujuan merupakan hak preoregatif Allah Subhanahu Wata’ala. Wallahu A’lam