Islam adalah agama mayoritas di Indonesia. Ada beberapa proses-proses panjang dalam perjalanan penyebarannya seperti yang dikemukakan banyak para tokoh ilmuan sejarah mengenai sarana proses Islamisasi di Nusantara diantaranya: sarana perdagangan, sarana/saluran perkawinan, sarana/saluran kesenian, sarana/saluran politik, sarana pendidikan dan mistik. Islam di Jawa pada mula kedatangannya dibawa oleh para pedagang-pedagang Muslim yang membawa misi berdakwah dan menyebarkan agama Islam. Dengan membawa misi menyebarkan agama Islam sampailah pada pendekatan kepada para penguasa kerajaan. Misi dakwah berkembang melalui berbagai cara di antaranya saluran perkawinan yang mana para pendakwah ini, sebagian dari mereka menikah dengan anak-anak dari adipati dan raja sehingga mereka bisa memiliki kekuasaan. Lambat laun banyak bermunculan kelompok-kelompok orang Muslim yang berada di tengah-tengah masyarakat sehigga mulai diakui keberadaan dan kebudayaannya mulai menyebar dan mengakar pada masyarakat.
Di Jawa, para pemimpin Islam tetap menghormati dan mengakui adanya kekuasaan dari Majapahit yang kekuasaanya sangat berpengaruh bagi perekonomian di Nusantara. Setelah terjadinya beberapa konflik perebutan kekuasaan kerajaan Majapahit akhirnya runtuh yang menurut berita Babad runtuh pada tahun Saka 1400 (1478 M), dalam Candrasengkala dikenal dengan istilah Sirna Ilang Kertaning Bumi. Menyusul gelombang Islamisasi pusat kekuasaan di pulau Jawa bergeser ke barat kearah keraton-keraton Islam di Jawa Tengah. Runtuhnya Kerajaan Majapahit Hindu/Budha inilah yang mengakibatkan Sebagian masyarakat Hindu Jawa melarikan diri ke Bali. Dalam jumlah kecil mereka lari dan mengasingkan diri ke Penggunungan Tengger, yang mana dari sinilah menjadi cikal bakal orang Tengger. Suku Tengger adalah salah satu Suku yang mendiami wilayah pegunungan TNBS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) yang meliputi 4 wilayah kabupaten yang antara lain Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang. Kehidupan masyarakat s
uku Tengger tidak lepas dengan para wisatawan karena wilayahnya menyuguhkan hamparan lautan pasir dan pegunungan-pegunungan. Itulah kenapa selain menjadi petani diperkebunan masyarakat Suku Tengger sebagian kecil memperoleh penghasilannya dari para wisatawan dengan berjualan diarea wisata dan menjajakan hasil buminya kepada para wisatawan
Mungkin kata Tengger sudah tidak asing lagi bagi masyarakat luas. Tengger adalah nama sebuah daerah yang mana penduduknya asli keturunan Kerajaan Majapahit kuno. Nama Tengger berasal dari legenda Rara Anteng dan Jaka Seger yang diyakini sebagai asal usul nama Tengger, yaitu “Teng” akhiran nama Rara An-“teng” dan “ger” akhiran nama dari Jaka Se-“ger”. Sehingga menjadi “Tengger”. Di daerah Tengger ini mayoritas masyarakat masih memeluk agama Hindu/Budha peninggalan Kerajaan Majapahit. Namun, ada beberapa desa yang termasuk daerah Tengger memeluk Agama Islam. Desa tersebut adalah Dusun Gedok desa Argosari Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang dan Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Akan tetapi, Desa Ngadas ini tidak semua penduduknya memeluk Agama Islam. Ada 50% penduduknya yang memeluk Agama Islam dan 50% penduduknya lagi memeluk Agama Hindu/Budha.
Salah satu para tokoh ilmuan yang menyebarkan islam di tanah jawa adalah Wali Songo. Wali Songo adalah sosok supramanusia yang memiliki kesaktian dan karomah yang penyebar islam di Jawa pada abad ke-14 sampai abad ke-16. Masuknya Wali Songo ke tanah Jawa ini membawa pengaruh besar bagi Masyarakat yang masih beragama Hindu/Budha. Mereka menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa dengan cara atau metode mereka masing-masing. Daerah atau kota yang termasuk wilayah penyebaran Wali Songo diantaranya adalah: Kota Gresik, Lamongan, Tuban, Cirebon, Rembang, Madura. Hingga ajaran Wali Songo sampai di daerah jawa yang terletak di plosok sekalipun, seperti daerah Tengger di pegunungan tersebut.
Suku Tengger Dusun Gedok sudah ada sejak sebelum tahun 1990 menurut sesepuh mualaf di Tengger Dusun Gedok tersebut. Sebelum tahun 1990 suku Tengger Dusun Gedok ini mayoritas memeluk agama Hindu/Budha yang mana penduduknya masih menerapkan tradisi Tengger yang di dalamnya mengandung ajaran Agama Hindu/Budha yang di turunkan oleh nenek moyang mereka yaitu Kerajaan Majapahit. Namun, seiring berjalannya waktu dari tahun 1990-2000, wilayah Suku Tengger Dusun Gedok ini mulai kedatangan tokoh Muslim yang datang untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Satu tokoh Muslim tersebut mulai berjuang dan mulai berbaur dengan kebiasaan-kebiasaan warga Tengger Dusun Gedok yang mungkin kebiasaan itu dulu masih menyeleweng dari moral keislamaan menurutnya. Namun, atas kesabaran dan kegigihannya mengajarkan Agama Allah yang mulia, Warga Tengger Dusun Gedok mulai luluh dan sedikit demi sedikit warga Tengger Dusun Gedok mulai memeluk Agama Islam. Meskipun Keislaman yang mereka Yakini masih belum 100%. Artinya, mereka memeluk Agama Islam hanya karena tertarik kepada Islam bukan karna Ingin beribadah atau meyakini Bahwa Tuhan Hanya satu yaitu Allah SWT satu-satunya Tuhan yang sebenarnya wajib disembah.
Namun pada tahun 2005-2015, Tokoh Muslim yang ikut serta menyebarkan Islam di Tengger Dusun Gedok ini bertambah. Angka bertambahnya penyebar Agama Islam dan Ajarannya di Tengger Dusun Gedok ini dengan adanya salah satu Perempuan asli penduduk Tengger Dusun Gedok menikah dengan pemuda yang berasal dari pesantren dan memperoleh anak atau ketueunan yang juga akan menyebarkan Islam Di sana. Sehingga berkembang biaklah jumlah pemuda yang juga ikut menimba ilmu Agama Islam di sebuah Pesantren yang gterletak di kota terdekat. sehingga Agama Islam di Daerah Tengger Dusu Gedok ini mulai berkembang dan sempurna karna banyaknya pemuda dan generasi-generasi muda yang menyelesaiakan penididikannya di are atau lingkungan kepesantrenan.
Meskipun di Tengger Dusun Gedok sudah mayoritas memeluk Agama Islam dan pemuda/i nya sudah banyak yang menimba ilmu di Pesantren serta sudah banyaknya bangunan untuk beribadahnya kaum Islam yaitu Masjid. Namun, Penduduk Tengger Dusun Gedok tidak meninggalkan adat yang sudah menjadi ciri khas Suku Tengger itu sendiri. Adat Suku tengger tersebut sama sekali tidak berhubungan atau berpengaruh dengan Agama. Maksudnya, adat tetap dilakukan oleh penduduk Tengger baik yang beragama Islam atau Hindu/Budha. Karena adat tersebut sebagai symbol atau ciri khas penduduk Tengger. Adat-adat atau tradisi yang masih di lestarikan oleh suku Tengger baik yang beragama Islam atau Budha salah satunya adalah Adat Hari raya Karo, Unan-unan, Barikan dan Kasada.
Istilah Hari raya karo atau yang disebut pujan karo ini dilakukan oleh Masyarakat Tengger yang dilakukan selama 15 hari. Tujuan adanya pujan karo ini untuk Kembali suci atau disebut dengan istilah satya yoga. Isilah satya yoga ini merupakan nama sebuah zaman yang mana pada zaman tersebut menggambarkan Masyarakat yang suci, teguh pendirian pada kebenaran, sederhana dan juga jujur. Kemudian ada upacara Unan-unan yang merupakan adat Tengger. Upaca Unan-unan ini Upacara Unan-unan atau mayu bumi merupakan salah satu upacara terbesar yang dilakukan oleh Suku Tengger dan biasanya dilakukan lima tahun sekali pada pertengahan Bulan kapat kedua menurut kalender Suku Tengger. Tujuan Unan-unan ini adalah sebagai bentuk ungkapan terimakasi kepada sang Pencipta dan kepada Alam semesta karena telah memberikan kehidupan selama ini. Kemudian Upacara Barikan yang bertujuan untuk bersih desa atau tolak balak, karena Suku Tengger percaya bahwa manusa hidup selalu berdampingan dengan alam sekelilingnya. Sehingga harus selalu menjaga keseimbangan dan harmonisasi dengan alam. Kejadian-kejadian eperti wabah, gempa bumi, paceklik banjir dll dianggap menjadi sebuah peringatan dan antisipasi masyarakat untuk menghadapinya. Kemudian Upacara kasada, upacara kasada adalah upacara yang dilakukan untuk memperingati leluhur suku tengger yang digelar pada bulan kasada hari ke-14 menurut kalender tradisional Tengger. Upaca Kasada ini dilakukan di pura luhur poten, tepatnya du kaki Gunung Bromo.
Meskipun adat Tengger adalah ajaran agama Hindu/Budha, masyarakat Tengger yang beragama Islam juga ikut melakukan adat-adat tersebut dengan keyakinan dan cara mereka sendiri. Hal itu menunjukan bahwa adat Tengger sama sekali tidak berpengaruh atau menimbulkan kontroversial bagi Agama baik itu Agama Islam atau Hindu/Budha. Sehingga adat Tengger harus tetap dilakukan untuk melestarikan kebiasaan yang menjadi ciri khas masyarakat Tengger yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Bahkan Tengger memiliki kesakralan alam yang bersangkutan dengan adat. Wallahu a’lam bi showab
Author: Isrofi’ul Anisa_Mahasiswi HKI smt 6
Editor: Nabila N.A