Oleh: Mochammad Hisan
Apakah ada perbedaan “waktu” yang dimiliki satu orang dengan orang lainnya selama satu hari satu malam? Pasti jawabannya, semua orang dalam sehari semalam waktu yang dimiliki sama-sama 24 jam, apapun status profesinya. Pejabat publik, pengusaha, petani, aktivis mahasiswa, siswa, kiai, santri, ibu nyai, ibu rumah tangga dan lainnya. Namun dalam “waktu” 24 jam, ada yang bisa mempergunakan waktunya untuk beberapa aktivitas, ada juga yang hanya cukup digunakan untuk satu aktivitas, ketika ditanyakan kenapa tidak bisa menyelesaikan, jawabannya “waktunya kurang”, waktu yang disediakan tidak mencukupi dan lain sebagainya.
Lalu, kenapa “waktu” yang dimiliki setiap orang berbeda kadar produktivitasnya? Jawabannya terletak pada kemampuan setiap orang mengatur, mengelola dan mempergunakan waktunya berbeda antara satu orang dengan lainnya atau dalam Bahasa lainnya manajemen waktu. Setiap orang memiliki cara mengatur, memanajemen “waktu”-nya masing-masing sesuai dengan kebiasaan lingkungan, status profesi dan skala prioritas yang ingin dicapai meskipun waktu yang dimiliki sama-sama 24 jam dalam sehari semalam.
Pejabat publik mengatur waktunya berbeda dengan masyarakat biasa. Pejabat publik akan mengatur dan memberikan skala prioritas “waktu” yang dimiliki untuk memberikan pelayanan prima pada masyarakat. Pengusaha mengatur waktunya untuk mencapai target-target usahanya, karena bagi mereka ‘time is money’. Aktivis kampus berbasis pondok pesantren mengatur waktunya berbeda dengan aktivis kampus non basis pondok pesantren atau dengan mahasiswa non aktivis yang hanya datang, duduk dibangku kuliah, kemudian pulang ke kos/rumah. Kalau dikampus non basis pondok pesantren, selepas jam perkuliahan, aktivis kampus sangat memungkinkan melaksanakan aktivitas kegiatan yang sudah diplaningkan dalam organisasi yang diikuti baik intra maupun ekstra, namun dilingkungan kampus berbasis pondok pesantren, aktivis kampus masih diwajibkan mengikuti kegiatan kepesantrenan hingga pada waktu yang ditentukan pada masing-masing pondok pesantren. Di Sekolah Tinggi Agama Islam –STAIM Lumajang misalnya, kampus yang terintegrasi dengan Pondok Pesantren Miftahul Ulum atau yang lebih akrab dengan nama Pondok Banyuputih Lumajang, mahasiswa maupun mahasiswi sebelum dan sesudah mengikuti perkulihan terikat dengan kewajiban-kewajiban pondok pesantren seperti sekolah madrasah diniyah (ulum al-din), mengaji kitab kuning, diskusi (musyawarah) dan kegiatan kepesantrenan lainnya. Sehingga untuk memaksimalkan tertanamnya budaya akademik, menumbuhkan bakat dan minat dengan kegiatan-kegiatan intra maupun ekstra kampus perlu mengelola dan mengatur waktu.
Manajemen “waktu” penting dimiliki siapapun yang ingin mencapai cita-cita, target dan keinginan yang diharapkan. Bila waktu tidak di manajemen dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan kita akan tertinggal dan ditinggalkan. Nabiyullah Daud Alaihissalam memberikan teladan bagaimana beliau memanajemen waktu setiap hari menjadi 4 (empat) bagian, beribadah kepada Allah SWT di mihrab, berdiskusi ilmu dengan bani israil, bekerja melakukan pengadilan dan berkumpul bersama keluarga tercinta. Pun demikian, Imamuna Syafii Rahimakumullah mengelola waktu malamnya menjadi 3 (tiga), sepertiga malam pertama untuk menulis, sepertiga kedua untuk beribadah dan sepertiga ketiga untuk istirahat (tidur). Dari manajemen waktu yang dilakukan, mengantarkan Nabi Daud As ke puncak maqom hamba yang paling dicintai dan Imam Syafii mencapai maqom mujtahid yang pemikirannya menjadi qiblat sebagian besar umat Islam hingga sekarang.
Pentingnya manajemen waktu juga dipertegas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat “wa al-asri”. Setiap dari kita yang tidak pandai mengatur dan memanajemen waktu akan terjatuh pada jurang “kerugian”. Sufi Perempuan, Robiah Al-Adawiyah mengingatkan kita semua melalui hikayah pesan moral saat menasehati Sufyan al-Tsauri dalam Kitab Shifatus Shofwah sesungguhnya kamu ibarat hari yang dapat dihitung. Bila satu hari berlalu, maka sebagian dari dirimu ikut berlalu. Bahkan hampir dipastikan sebagian harimu berlalu, namun engkau merasa seluruh yang ada padamu ikut pergi. Oleh karenanya, beramallah. Semoga kita semua mampu mengelola, mengatur dan mempergunakan waktu yang kita miliki dengan baik. Wallahu A’lam bi Showab